Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penutur malakukan code mixing dalam berkomunikasi. Menurut Suwito (dalam Pratiwi,2021) terdapat dua faktor yang mempengaruhi munculnya code-mixing di dalam percakapan. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah sebagai berikut;
1. Faktor
non kebahasaan (sikap penutur/attitudinal type)
a. Need for
synonym.
Campur kode
atau code-mixing terjadi karena penutur ingin memperhalus maksud dari
tuturannya. Sehingga penutur melakukan code-mixing di dalam kalimat yang di tuturkan.
Contoh : “Maaf,
bapak security ya? Mau bertanya alamat pak.”
b. Sosial
value.
Campur kode terjadi karena penutur ingin terlihat sebagai orang yang berpendidikan. Dalam hal ini, penutur mencampurkan bahasanya dengan kata bahasa Inggris, agar tampak seperti orang yang terpelajar atau berpendidikan tinggi. Contoh : “Kita tidak boleh menjudge satu pihak. Itu kan tanggung jawab bersama.
Kata judge merupakan kata bahasa inggris yang berarti menghakimi. Penutur sengaja mengatakan kata tersebut agar tampak sebagai orang modern yang berpendidikan.
c.
Perkembangan dan perkenalan dengan budaya baru.
Campur kode
terjadi karena hadirnya budaya atau kebiasaan baru ditengah- tengah masyarakat.
Misalnya di media social yang saat ini tampak sudah menjadi hal biasa menemukan
bahasa inggris di dalam postingan mereka.
Contoh: “Ready ya bun, baju batik couple nya. Harga terjangkau. Silhakan di keep”
Dalam
kalimat tersebut terdapat beberapa kata yang merupakan kata yang berasal dari
bahasa asing (Inggris) yakni, ready, couple, dan keep. Kata-kata tersebut muncul,
karena perkembangan budaya baru yang hadir ditengah-tengah mereka. Sehingganya
telah menjadi budaya baru mereka.
2. Faktor
kebahasan (linguistic type)
Menurut
Jendra (dalam Suandi, 2014:143), terdapat beberapa hal yang termasuk dalam
faktor kebahasaan atau sering dikenal dengan istilah linguistic type.,
diantaranya adalah;
a.
Keterbatasan penggunan kode
Campur kode terjadi
ketika penutur tidak mengetahui padanan kata yang tepat yang harus di tuturkan
pada bahasa aslinya.
Campur kode
terjadi ketika penutur menggunakan kata atau istilah bahasa asing yang
terdengar lebih popular di gunakan dikalangan masyarakat atau dikehidupan sosial.
Campur kode
terjadi ketika penutur atau pembicara ingin mengubah suasana pembicaraan.
Misalnya dari suasana formal ke suasana non formal. Selain itu, campur kode juga
terjadi karena pribadi pembicara atau penutur yang terbiasa mencampurkan bahasanya
dalam berkomunikasi, dan pribadi penutur yang merasa lebih santai saat mencampurkan
bahasa dalam berkomunikasi.
Campur kode
terjadi ketika penutur memiliki mitra bicara (satu orang atau banyak orang)
yang memiliki latar belakang yang sama. Misalnya latar belakang pekerjaan,
latar belakang suku, dan lainnya.
Yang
dimaksud dengan modus pembicara dalam hal ini adalah sarana ataupun cara tindak
tutur itu di lakukan. Tuturan bisa terjadi secara lisan maupun secara tulisan.
Baik secara lisan maupun
secara
tulisan campur kode biasa dilakukan dalam situasi nonformal.
g. Fungsi
dan tujuan
h. Ragam dan
tingkat tutur bahasa
i. Hadirnya
penutur ketiga
j. Pokok
pembicaraan
k. Untuk
membangkitkan rasa humor
Sumber
Nurlaela, Yuliana Mangendre. 2022. ANALISIS CODE-MIXING DALAM PERCAKAPAN MASYARAKAT KOTA LUWUK KABUPATEN BANGGAI DI MASA PANDEMI COVID-19. Lingua. Volume XVII. Nomor 1, 58-74. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/lingua/article/download/33766/12518
Post a Comment
Post a Comment